Sabtu, 07 Februari 2009

Insan Kamil


Siang ini tanpa sengaja ,saya bertemu dua Insan Kamil. Mereka mahluk
mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan
penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira kira elapan tahun
menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang
untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan , dengan
keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan
lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka
dengan ucapan,

"Terima kasih Oom !". Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma
mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka. Kaki-kaki
kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang
laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh
keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya,
lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut
kecil mereka . Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap
teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta . Saya
melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu , duapertiga terisi
tissue putih berbalut plastik transparan. Setengah jam kemudian saya
melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan
pembeli seorang wanita , senyum di wajah mereka terlihat berkembang
seolah memecah mendung yang sedang menggayut langit Jakarta . " Terima
kasih ya mbak ...semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka, tak
lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh
ribu rupiah. " Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak
?" mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu
dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang
tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter. " Oom boleh
tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ?" suaranya mengingatkan kepada
anak lelaki saya yang seusia mereka . Sedikit terhenyak saya merogoh
saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar
empat ribu rupiah . "Nggak punya!", tukas saya. Lalu tak lama si wanita
berkata "Ambil saja kembaliannya , dik !" sambil berbalik badan dan
meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur. Anak ini terkesiap,
ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh
ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap
berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat
ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang "Sudah
buat kamu saja , nggak apa..apa ambil saja !", namun mereka berkeras
mengembalikan uang tersebut. "Maaf mbak , cuma ada empat ribu, nanti
kalau lewat sini lagi saya kembalikan !" Akhirnya uang itu diterima si
wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya
dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya
milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar "Om, bisa tunggu ya,
saya ke bawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !".

"Eeh ....nggak usah .nggak usah ..biar aja ..nih !" saya kasih uang itu
ke si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan
menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya
hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya ,
"Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar"

"Nggak apa apa, itu buat kalian" lanjut saya .

"Jangan ..jangan oom , itu uang oom sama mbak yang tadi juga " anak itu
bersikeras.

"Sudah ...saya ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas !", saya berusaha
membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung
jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat. Secepat kilat
juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya.

"Ini deh om , kalau kelamaan , maaf ..". Ia memberi saya delapan pack
tissue.

"Buat apa ?", saya terbengong

"Habis teman saya lama sih oom, maaf, tukar pakai tissue aja dulu" .
Walau dikembalikan ia tetap menolak. Saya tatap wajahnya, perasaan
bersalah muncul pada rona mukanya . Saya kalah set, ia tetap kukuh
menutup rapat tas plastic hitam tissuenya . Beberapa saat saya mematung
di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh
sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan
uang empat ribu rupiah.

"Terima kasih Om !"..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup
terdengar percakapan, "Duit mbak tadi gimana ..?" suara kecil yang lain
menyahut,

"Lu hafal kan orangnya , kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin ......."
. Percakapan itu sayup sayup

menghilang, saya terhenyak dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan.

Tuhan .......Hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan
kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh , mereka
berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra , mereka
tahu hak mereka dan hak orang lain , mereka berusaha tak meminta minta
dengan berdagang tissue.

Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan di umur
mereka yang begitu belia.

YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO

Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.(MT)

4 komentar:

Unknown mengatakan...

wahh terharu baca ceritanya .... banyak banget cerita yang bikin nangis di sini hiks ... buat instropeksi diri... thanks....

adi mengatakan...

ya thanks atas komennya mbak...

masichang mengatakan...

pelajaran hidup tidak bisa kita dapatkan dibangkus ekolah atau kuliahan mas.

pelajaran itua da disekitar kita. mengelilingi setiap langkah kita. hanya saja ada sebagian tertutup mata hatinya.

adi mengatakan...

yup betul mas icang..
teori dan realitas kadang seperti 2 mata uang yang berbeda....